Laman

Jumat, 06 Mei 2011

Selimut Panas Planet Bumi

     Oleh Dedeh Sulastri 

      Sejauh ini, dinyatakan bahwa dari sekian palnet-planet yang ada dalam tata surya kita, hanya planet Bumi (gea/geo) yang memiliki atmosfer sebagai salah satu syarat pendukung kehidupan. Atmosfer yang menyelubungi planet Bumi diibaratkan selimut hangat yang nyaman, karena bisa menahan dingin dan panas udara yang ekstrim bagi kehidupan di muka bumi. Tetapi….. kini bukan selimut hangat lagi, yang ada adalah selimut “panas”! Ya, kini planet Bumi tengah merana karena selimut panasnya.

       Isu perubahan iklim, dengan fenomena pemanasan global (global warming) merupakan penyebab planet Bumi dikelilingi atmosfer dengan suhu udara yang menunjukkan kecenderungan semakin meningkat. Ada beberapa fakta yang mendukung telah terjadinya pemanasan global, seperti yang disebutkan oleh Soegianto (2005) dalam Isu-isu Lingkungan Global (Dede Rohmat), yaitu :

  1. Peningkatan suhu, mencairnya es dan mengapungnya es di Kutub Utara, yang diper-
      kirakan telah terjadi pengurangan lapisan es sebesar 20% sejak tahun 1979.
  2. Berkurangnya lapisan es, pada puncak pegunungan Alpen, Andes, Himalaya, dan
      Cascades of Washington.
  3. Bermigrasinya beberapa jenis ikan iklim hangat ke arah utara
  4. Bleaching (pemutihan) terumbu karang di daerah tropis oleh adanya air yang lebih
      hangat.
  5. Gelombang panas (hot wave), yang menyebabkan kematian penduduk usia lanjut di
      beberapa Negara di Eropa, dan
  6. Terjadinya kebakaran hutan di berbagai negara.
  7. Meningkatnya kejadian badai, tornado dan siklon, serta berubahnya musim hujan dan
      kemarau di berbagai belahan bumi.

      Naiknya suhu bumi dirasakan pula oleh warga negara di Indonesia. Di beberapa tempat dirasakan sinar matahari begitu menyengat dan perih di kulit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu udara di muka telah mengalami peningkatan sekitar 0,6 C sampai 3 C, dan diprediksi bisa sampai 5 C selama abad 21. Di Indonesia, kini suhu di siang hari bisa mencapai 30 C sampai 37 C.
 
 Pemanasan global merupakan dampak dari adanya peningkatan emisi karbon. Kadar CO2 di udara meningkat secara tidak terkendali karena pembangunan ekonomi yang berbasis pada penggunaan minyak, gas, dan batu bara. Meningkatnya suhu udara artinya meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (Green House Gases), termasuk CO2 di dalamnya, melaui proses yang menghasilkan efek rumah kaca (Green House Effect).

      Khusus di Indonesia, penyebab meningkatnya emisi karbon, selain dari sisa pembakaran kendaraan dan industri, ternyata alih fungsi lahan (yang di bakar) dan pembakaran/kebakaran hutan merupakan penyumbang terbesar emisi karbon, yang mencapai angka 70 %. Dengan terjadinya kebakaran 5 juta hektar hutan, menjadikan Indonesia sebagai penghasil emisi karbon terbesar ke 3 di dunia.

      Meningkatnya suhu udara di atmosfer menyebabkan manusia penghuni permukaan bumi menjadi tidak nyaman. Selubung udara yang hangat, kini telah berubah sedikit demi sedikit menjadi panas, dan mungkin akan lebih panas dari yang pernah dirasakan manusia. Semua itu tidak lepas dari perlakuan manusia terhadap planet Bumi ini. Kemajuan teknologi dan tuntutan kebutuhan manusia secara ekonomi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan, harus di bayar mahal dengan hilangnya selimut hangat planet Bumi.
 

 Hanya ada satu Bumi.
 Perubahan apapun yang dibuat manusia atasnya,
 ………untuk kebaikan atau keburukan……….
 akan dialami oleh generasi-generasi berikutnya.


(Oleh : Dedeh Sulastri Geo), Hari Bumi, 22 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar